Total Pageviews

Monday, January 25, 2010

Energi ramah lingkungan Bioetanol

Seiring berjalannya waktu cadangan minyak fosil pun berkurang, dan hal ini secara tidak langsung berdampak terhadap lonjakan harga minyak bumi, dikarenakan besarnya permintaan tetapi cadangan yang semakin menipis, dalam posisi seperti ini perlu dicarikan alternatif untuk mengatasi krisis energi.


Saat ini banyak bahan alternatif pengganti minyak bumi, salah satunya adalah etanol dari singkong. Etanol sebagai bahan bakar kendaraan bermotor sudah dipakai sejak per-mulaan abad ke 20 di Brazil, Perancis, Jerman, Swedia, U.S.A, India, dsb. Penggunaan bahan baku ini karena seperti diketahui ubi kayu tak cuma enak dibikin misro atau comro, tapi juga bisa dipakai sebagai bahan bakar. Namanya gasohol. Bisa dipakai di kendaraan bertenaga bensin tanpa perlu modifikasi mesin. Pembakarannya lebih sempurna. Asapnya pun lebih ramah lingkungan dan tanaman ini dikenal gampang hidup. Tinggal tancap batangnya di tanah basah, ketela pohon (Manihot utilissima atau Manihot esculenta) niscaya tumbuh.


Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol dibuat dengan bahan baku bahan bergula seperti tebu, nira aren, bahan berpati seperti jagung, dan ubi-ubian, bahan berserat yang berupa limbah pertanian masih dalam taraf pengembangan di negara maju.

Bioetanol bersifat multi-guna karena dicampur dengan bensin pada komposisi berapapun memberikan dampak yang positif. Pencampuran bioetanol absolut sebanyak 10 % dengan bensin (90%), sering disebut Gasohol E-10. Gasohol singkatan dari gasoline (bensin) plus alkohol (bioetanol). Etanol absolut memiliki angka oktan (ON) 117, sedangkan Premium hanya 87-88. Gasohol E-10 secara proporsional memiliki ON 92 atau setara Pertamax. Pada komposisi ini bioetanol dikenal sebagai octan enhancer (aditif) yang paling ramah lingkungan dan di negara- negara maju telah menggeser penggunaan Tetra Ethyl Lead (TEL) maupun Methyl Tertiary Buthyl Ether (MTBE).




Berikut proses pengolahan pengubahan singkong menjadi bioetanol secara sederhana.

1. Kupas 125 kg singkong segar, semua jenis dapat dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil.
2. Keringkan singkong yang telah dicacah hingga kadar air maksimal 16 %. Persis singkong yang dikerangkan menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat menyimpan sebagai cadangan bahan baku.
3. Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless sieel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga mencapai volume 100 liter. Panaskan gaplek hingga 100oC selama 0,5 jam. Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental.
4. Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam tangki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa.
5. Setelah dingin, masukkan cendawan Saccharomyces cerevisiae yang akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong, perlu 10 liter larutan cendawan ini atau 10 % dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100-juta sel/ml. Sebelum digunakan, Saccharomyces dicampurkan pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi agar sifat adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati.
6. Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan; air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula, lalu masukkan dalam tangki fermentasi. Namun sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17 - 18 %. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces untuk hidup dan bekerja mengurai gula mrnjadi alkohol. Jika kadar lebih tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum.
7. Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan cendawan bekerja lebih optimal. Fermentasi berlangsung aerob alias tidak membutuhkan oksigen. Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28o – 32o C dan pH 4,5 – 5,5.
8. Setelah 2 – 3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di atasnya air dan etanol. Hasil fermentasi itu mengandung 6 – 12 % etanol.
9. Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein.
10. Meski telah disaring etanol masih bercampur air. Untuk memisahkannya lakukan destilasi atau penyulingan.
11. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78o C atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dahulu menguap dan dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.
12. Hasil penyulingan berupa 95 % etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larut, diperlukan etanol berkadar 99 % atau disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol itu dipanaskan 100o C. Pada suhu itu, etanol dan air menguap. Kemudian uap tersebut disalurkan ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati.
13. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99 % yang siap dicampur dengan bensin. Sepuluh liter etanol 99 % membutuhkan 120 – 130 liter bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek.


No comments:

Post a Comment